Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) Inspektorat Kabupaten Mojokerto
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2022 Tentang Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2023, Inspektorat telah melaksanakan Pelatihan Kantor Sendiri. Kegiatan Pelatihan Kantor Sendiri (PKS), telah dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 1 Desember 2023 di Hotel Bess Mansion Surabaya dengan pemateri :
- Dr. H. Arie Cahyono, SSTP, MSi, CHt, MNLP (Widyasawara BPSDM Provinsi Jawa Timur);
- Adri Suyanto, S.H (Inspirator);
- Lia Wahyu Kusuma, S.H (PPUPD Muda Inspektorat Kabupaten Bangkalan)
Kegiatan Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) dihadiri oleh sejumlah 54 (lima puluh empat) orang peserta yang terdiri dari : Pejabat struktural sejumlah 7 orang; Auditor sejumlah sejumlah 24 orang; P2UPD sejumlah 12 orang; Fungsional Pengelola Keuangan sejumlah 1 orang; Fungsional Arsiparis sejumlah 1 orang; dan Fungsional Umum dan THL sejumlah 8 orang.
Dr. H. Arie Cahyono, SSTP, MSi, CHt, MNLP memberikan materi terkait Evaluasi Penganggaran yang Responsive Gender. Perencanaan Pembangunan yang responsive gender adalah perencanaan yang mempertimbangkan kebutuhan, aspirasi laki-laki dan perempuan. Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) merupakan serangkaian cara dan pendekatan untuk mengintegrasikan perspektif gender di dalam proses perencanaan dan penganggaran. PPRG dimulai dengan perencanaan dan anggaran di Daerah dengan melakukan integrasi isu gender/anak maupun isu-isu gender di sektor lain pada dokumen perencanaan RPJMD, RKPD, Renstra, Renja dampai dengan RKA Perangkat Daerah dan memastikan Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan telah Responsif Gender/Anak. Perencanaan yang partisipatif dengan mempertimbangkan empat aspek yaitu akses, partisipasi, control dan manfaat yang setara bagi laki-laki dan perempuan. Mengintegrasikan aspirasi, kebutuhan, permasalahan laki-laki dan perempuan ke dalam perencanaan (PUG). Didasarkan kepada hasil analisis gender yang menggunakan data terpilah/ statistik gender (GAP). Program aksi yang disusun bertujuan mengatasi isu gender/ kesenjangan gender. Perencanaan Responsif Gender diharapkan dapat menghasilkan Anggaran Responsif Gender (ARG), dimana kebijakan pengalokasian anggaran disusun untuk mengakomodasi kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. ARG ini direfleksikan dalam dokumen KUA-PPAS, RKAPD dan DPAPD.
Adri Suyanto, S.H memberikan materi tentang motivasi kepada Peserta. Peserta dibagi menjadi 4 (empat) kelompok untuk melakukan kegiatan/ permainan yang berkaitan dengan komunikasi. Peserta diharapkan mampu meningkatkan kamampuan komunikasi tim, pemahaman tugas masing-masing, dan kemampuan untuk bekerja bersama-sama dalam menangani tugas. Dalam lingkungan kerja Inspektorat, kerjasama tim yang kuat adalah kunci untuk mencapai tujuan inspeksi, meningkatkan efisiensi, dan memastikan akuntabilitas. Membangun kerjasama tim dapat diperoleh melalui metode pembelajaran yang melibatkan pengalaman langsung. Kegiatan ini dirancang untuk memperkuat kerjasama tim di Inspektorat melalui pendekatan pembelajaran pengalaman. Memulai kegiatan dengan pengenalan konsep kerjasama tim dan pentingnya kolaborasi dalam lingkungan kerja. Melibatkan peserta dalam simulasi inspeksi untuk mensimulasikan situasi dunia nyata dan mengukur respons tim dalam mengatasi masalah. Melalui kegiatan Building Teamwork Through Experimental learning, Inspektorat diharapkan berhasil memperkuat kerjasama tim, memastikan bahwa tim memiliki keterampilan yang diperlukan untuk bekerja bersama-sama secara efektif. Pentingnya kolaborasi dan komunikasi efektif diakui sebagai faktor kunci dalam mencapai kesuksesan dalam tugas. Program ini dapat diulang secara berkala untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan tim inspektorat dalam lingkungan yang terus berubah. Membangun kerjasama tim tidak hanya meningkatkan kinerja tim, tetapi juga memberikan dampak positif pada pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan
Lia Wahyu Kusuma, S.H menyampaikan materi tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Pemerintah Daerah menerapkan SPM untuk pemenuhan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap warga Negara secara minimal. Penerapan SPM diprioritaskan bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya. Dasar hukum penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai berilkut :
- Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2018 Tentang SPM;
- Permendagri No 100 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No 59 Tahun 2021 tentang Penerapan SPM;
- Peraturan Menteri terkait mengenai Standar Teknis Penerapan SPM.
Pembinaan dan Pengawasan Penerapan SPM antara lain:
- Menteri Dalam Negeri melaksanakan Pembinaan dan Pengawasan (BINWAS) penerapan SPM Daerah Provinsi secara umum;
- Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan sesuai dengan jenis SPM, melaksanakan BINWAS Teknis penerapan SPM Daerah Provinsi;
- Gubernur melaksanakan BINWAS umum dan teknis terhadap penerapan SPM provinsi oleh perangkat Daerah provinsi. Sebagai wakil Pemerintah Pusat melaksanakan umum dan teknis penerapan SPM Daerah kabupaten/kota;
- Bupati/Walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM oleh perangkat Daerah Kabupaten/Kota.
Lingkup Pengawasan terhadap Penerapan SPM oleh APIP, yauitu:
- Reviu perencanaan Jangka Menengah Pemda dan SKPD;
- Reviu Perencanaan dan Penganggaran Tahunan Pemda dan SKPD;
- Pengawasan Capaian Standar Pelayanan Minimal; dan
- Reviu Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)
Bentuk pengawasan SPM oleh Inspektorat Kabupaten/Kota terdiri dari dua bentuk pengawasan yaitu monitoring dan pendampingan/supervisi. Sasaran pada monitoring adalah Perangkat Daerah pelaksana SPM dengan fokus penerapan SPM. Sasaran pada Pendampingan/supervisi adalah koordinator SPM dengan fokus penyusunan laporan SPM